Perkara Konten Fadilah Ramadan
Fadilah malam tarawih Ramadan kerap kali beredar di sosial media masyarakat secara luas dan menjadi konsumsi sehari-hari di bulan Ramadan, tak terkecuali para intelektual seperti mahasiswa. Masyhurnya, fadilah tersebut diambil dari 30 keutamaan tarawih dalam kitab Durotun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan Ahmad Syakir Al-Khaubawi. Hadis yang ada pada kitab tersebut, dikemas sedemikan rupa untuk dapat disebarluaskan kepada khalayak umum berbentuk pamflet atau video.
Hadis tersebut berisi tentang nasihat-nasihat, peringatan, dan keutamaan amal. Sehingga, kitab tersebut menjadi kegemaran tersendiri di bulan yang suci ini dan biasa menjadi penambah semangat dalam menjalankan ibadah di waktu Ramadan. Namun, dalam kajian ilmiah, hadis yang terdapat dalam kitab tersebut tidak memiliki kejelasan status yang pasti. Artinya, hadis yang ada pada kitab Durotun Nasihin tidak semuanya memiliki status baik yang dapat digunakan sebagai landasan beribadah. Terlebih lagi bahwasanya hal tersebut merupakan sebuah hadis, yang dalam konotasi lain merupakan perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad.
Dalam kajian ilmiah terbaru, dijelaskan bahwa dalam kajian hadis yang terdapat di kitab ini tidak diketahui terkait dengan status kualitas hadis tentang keutamaan bulan Ramadan oleh Syekh Utsman. Artinya, ada kemungkinan bahwasanya hadis yang ada dalam kitab tersebut adalah hadis yang bermasalah.
Hadis yang dimuat beberapa tergolong sebagai hadis yang bermasalah dan bahkan beberapa di antaranya adalah hadis maudhu. Setidaknya terdapat tiga hadis yang tidak dapat dijadikan hujjah dan salah satunya merupakan hadis palsu. Sehingga, hadis seperti ini seharusnya tidak menjadi dasar atau pedoman untuk disebarluaskan di sosial media, apalagi menjadi konsumsi masyarakat awam.
Konten-konten fadilah malam bulan Ramadan sebenarnya merupakan bentuk semangat seorang muslim yang ingin memberikan sepenuh hatinya beribadah dan memberi semangat kepada muslim yang lain di bulan Ramadan. Namun, dengan ketidaktahuannya berakhir berpedoman hadis yang sebenarnya tidak jelas/palsu, beberapa di antaranya terdapat pada kitab Durotun Nasihin karya Syekh Utsman bin Hasan Ahmad Syakir Al-Khaubawi. Salah satu hadis tersebut berbunyi seperti ini:
Dari Nabi Muhammad Saw. Sesungguhnya beliau bersabda: barangsiapa yang bergembira karena bulan Ramadan datang, maka Allah akan mengharamkan tubuhnya atas neraka.
Dari segi matan, dapat dilihat bahwasanya hadis ini merupakan hadis yang tergolong hadis palsu. Karena, adanya imbalan yang besar “diharamkan api neraka” hanya dari sebuah amalan yang sangat ringan “senang dengan kedatangan bulan Ramadan”. Dengan mengacu pada kaidah ini, maka hadis yang diriwatkan di atas termasuk dalam hadis palsu. Masih terdapat beberapa hadis yang telah dikaji dan menunjukkan tanda-tanda kepalsuan. Sebenarnya, kondisi ini cukup menghawatirkan.
Namun, ini bukan artinya sosial media kita tidak bisa menjadi penyemangat dan penyebar kebaikan di bulan puasa. Alih-alih menggunakan perkara yang kita tidak ketahui secara pasti, masih banyak hal lain yang sebenarnya jauh lebih baik dapat dilakukan. Banyak keutamaan di bulan Ramadan dengan dasar atau dalil yang berstatus baik/sahih, dan dapat kita sebarluaskan sebagai konten di sosial media.
Dengan demikian, bahwasanya dalam bersosial media terutama di bulan Ramadan perlu memilih dan memilah mana yang dapat kita jadikan pedoman dan pegangan, terutama dalam hal ibadah. Fenomena yang terjadi ini membuat kita seharusnya mulai berbenah memperbaiki diri dan menyajikan produk media yang tepat dan baik untuk kehidupan sosial beragama. Masih banyak pilihan pasti yang dapat kita lakukan ketimbang melakukan sebuah hal yang dasarnya tidak jelas.