Mengapa Sebagian Muslim di Indonesia Jarang Salat Fardu?
Indonesia adalah negara yang hampir seluruh sudut kotanya adalah umat Islam. Dari hal tersebut, terlihat sekali bahwa Indonesia sebenarnya adalah negara yang sangat religius dan gemar beribadah. Salah satu ibadah dari seorang muslim adalah salat. Di dalam kitab suci Al-Qur’an, umat Islam diwajibkan untuk mendirikan salat lima waktu, mulai dari sebelum terbitnya matahari hingga terbenamnya kembali. Perintah mendirikan salat juga disebutkan di dalam rukun Islam secara jelas, pada urutan kedua setelah syahadat.
Belum lama
ini, tahun 2019, Alvara Research Center memublikasikan sebuah penelitian
tentang salat, yang hasilnya sedikit membuat kita terkejut. Nyatanya, dari mayoritas
muslim yang ada di Indonesia, 61% masih bolong-bolong mengerjakan salat. Padahal
salat sendiri merupakan fondasi penting untuk seorang muslim. Orang yang selalu
salat dalam penelitian itu bahkan tidak menyentuh angka 50%. Sepertinya bisa
kita sebut 39% dari sebagian kecil muslim ini adalah manusia langka dan dilindungi.
Terus, sekarang kita bertanya ke diri kita sendiri. Kenapa dari sekian banyaknya muslim, tidak menjalankan hal terpenting yang menjadi akidah mereka?
Banyak faktor
yang sebenarnya menjadi latar belakang mengapa hal seperti ini bisa terjadi, misalnya
dari pendidikan, kesadaran diri, dan lain sebagainya. Jika kita lihat dari segi
pendidikan formal, mungkin itu akan menjadi pembahasan yang menarik, tentu akan sangat
kompleks, dan sulit jika semua faktor dibahas di artikel ini.
Kita semua
tentu mendapat pelajaran agama, mulai dari jenjang dasar sampai menengah atas,
beberapa mungkin sampai ke perguruan tinggi. Dari banyaknya pendidikan dan
sekolah yang tersedia di Indonesia, tidak bisa kita generalisasi semuanya memberikan
dampak buruk terhadap permasalahan salat. Namun, tidak bisa kita pungkiri lagi
bahwa pendidikan di Indonesia masih banyak kekurangannya.
Dalam pendidikan,
pembelajaran akan sangat menentukan kompetensi yang didapat oleh siswa. Dalam Pendidikan
Agama Islam, niscaya hal ini akan memberikan pengaruh yang tinggi terhadap
kemampuan seseorang untuk salat, terutama salat lima waktu. Materi salat sudah
dipelajari mulai dari kelas satu sekolah dasar. Pembelajaran pun dapat
dilaksanakan dengan dua basis yang berbeda, yaitu materi dan kompetensi. Dengan
mengambil salah satu basis yang berbeda, akan menentukan hasil yang berbeda. Dalam
hal ini, kemampuan seseorang akan salat fardu tidak bisa dicapai apabila hanya
dengan penyampaian materi tanpa keterampilan untuk kehidupan nyatanya.
dengan banyaknya pembelajaran yang hanya berbasis materi, siswa-siswa muslim akan kesulitan untuk mengerjakan salat lima waktu di kehidupannya sendiri. siswa tidak memiliki kemampuan nyata untuk mempraktikkan pengetahuan yang didapat ketika bersekolah. dari kesulitan inilah siswa yang beragama Islam tidak memiliki kesadaran diri dan motivasi untuk mendirikan salat fardu.
Perkara itu
akan terus berlanjut ke jenjang berikutnya. Pembelajaran yang hanya berbasis
materi tentu bukan pilihan terbaik, jika tujuan utama kita saat ini adalah
memberikan kompetensi yang baik tentang salat fardu. Karena, jikalau siswa yang
sebenarnya butuh bimbingan langsung dan kompetensi nyata hanya dicekoki penyampaian
materi saja, lalu pulang ke rumah, tidak heran siswa ini yang selanjutnya
beranjak dewasa tidak memiliki kemampuan salat yang baik.
Melihat hal
ini, kita tahu bahwa kemampuan seseorang untuk salat akan sangat
berpengaruh terhadap seseorang melaksanakan salat atau tidak. Bagaimana seseorang
salat, jika dirinya sendiri tidak tahu salat itu untuk apa, tidak paham
bagaimana caranya, dan apa pentingnya.
Dengan demikian, salah satu jawaban dari mengapa mayoritas muslim di Indonesia masih bolong-bolong mengerjakan salat adalah karena mereka tidak memiliki kompetensi salat yang baik. Maka dari itu, dengan memperbaiki dan membentuk kompetensi yang baik, terutama dalam hal salat lima waktu, akan berpengaruh terhadap intensitas salat muslim Indonesia kedepannya.