Kisah Kurban dan Kecemburuan

Table of Contents
Kisah Kecemburuan dan Kurban

Memasuki zaman para nabi, buku-buku literatur memperlihatkan kisah yang tak henti-henti membuat kita keasikan sendiri membacanya. Seperti sejarah Nabi menghancurkan patung-patung berhala dengan cara yang cerdas, tak mempan ketika dihukum bakar, dan kisah Nabi Ibrahim yang diuji oleh Allah menyembelih putranya sendiri, Ismail. Dalam cerita ini, kita akan menyoroti kisah mengharukan dari seorang ayah yang sangat cinta kepada anaknya yang berakhir pada pengorbanan yang mengharukan.

Dikisahkan Nabi Ibrahim semasa hijrah dari Irak ke Haran atau Hurran, termasuk pula Pakistan, dan menjadikan tempat-tempat itu menjadi pijakan dakwah beliau. Beliau menyusuri tempat itu dengan setitik harapan, hingga pada akhirnya beliau sampai pada suatu tempat yang kerap terdengar di telinga kita dengan gambaran patung singa raksasa berwajah manusia, Mesir.

Raja mesir (Fir’aun) di masa itu, merupakan seseorang yang sangat menyukai wanita cantik. Istri Nabi Ibrahim, Sarah, merupakan perempuan yang sangat cantik dan pintar pada eranya. Dengan masuknya Nabi dan istrinya ke wilayah mesir, membuat raja mesir itu bergejolak dan menjadi perbincangan hangat di sana.

Tidak lama, Nabi dan Istrinya dibawa ke istana raja atas suruhan bawahannya. Raja sudah menyiasatkan sesuatu yang buruk kepada Sarah. Dengan pribadi raja yang menyukai wanita cantik, dia sangat ingin menyentuh dan memiliki Sarah. Dalam beberapa bacaan, raja melakukan perbuatan itu dua kali. Dari perbuatan itu, Sarah selamat dengan berdoa kepada Allah, sehingga perbuatan yang buruk dari raja itu kembali menjerat dirinya sendiri.

Raja itu mengetahui bahwa istri Nabi Ibrahim memiliki kedekatan yang kuat dengan tuhannya sendiri, sehingga dia tidak mengulangi perbuatannya lagi dan melepaskannya. Pada waktu itu juga, raja memberi hadiah kepada Sarah seorang budak—beberapa kajian menyebutkan bahwa budak itu adalah putri dari seorang raja mesir sendiri—untuk menjadi pembantu Sarah dan sebagai pengakuan keutamaan Sarah, nama dari budak itu ialah Hajar.

Waktu berselang, Sarah mengawinkan Hajar dengan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim kembali ke Palestina dan Allah menganugerahkan seorang anak dari Hajar, bernama Ismail. Dari peristiwa ini, dikatakan bahwa pada saat itu, Sarah merasa cemburu dengan hal itu dan juga marah karena Hajar merasa lebih mulia daripadanya.

Dari hal itu, Nabi Ibrahim dipaksa oleh Sarah untuk melenyapkan Hajar dan putra kecilnya, Ismail. Maka, beliau pada waktu itu membawa keduanya ke Hijaz dan menempatkan mereka ke sebuah lembah yang teramat gersang, tidak ada siapa pun, tidak ada apa pun, bahkan hanya sebuah air minum pun tidak ada. Beliau merasa gundah menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu meletakkan mereka di sebuah tenda, tepatnya di dekat air Zamzam.

Dalam sebuah riwayat, saat hendak Nabi Ibrahim pergi dari tempat itu, Hajar membuntuti dan bertanya kepadanya,

Wahai Ibrahim, engkau hendak ke mana? Apakah engkau akan meninggalkan kami di Lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada suatu tanaman pun?

Nabi Ibrahim tidak menjawab meski ditanya berkali-kali. Setelahnya, Hajar mengubah pertanyaannya,

Apakah Allah memerintahkanmu untuk melakukan semua ini?

Lalu Nabi Ibrahim menjawab,

Iya.

Hajar kemudian membalas,

Jika demikian, Allah tidak akan menelantarkan kami.

Setelahnya, Hajar dan anaknya pun kehabisan bekal yang telah dibawa sebelumnya. Sementara pada waktu itu, tidak ada mata air yang mengalir. Kemudian, tiba-tiba air mengalir di tempat Hajar dan Ismail berdiam. Air yang mengalir tersebut adalah air Zamzam, air yang belum pernah habis hingga sekarang. Ini adalah sejarah bagaimana air Zamzam muncul di sana.

Setelah putranya yang kecil sedikit beranjak dewasa, ujian hebat menyertai Nabi Ibrahim. Seorang ayah yang sangat mencintai anaknya, mendapat mimpi bahwa dirinya harus menyembelih putranya sendiri. Nabi pun berdiskusi dengan anaknya tentang hal tersebut. Anaknya pun menjawab,

Wahai bapakku, kerjakanlah yang diperintahkan Allah kepadamu, insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.

Maka, beliau bersama putranya hendak melaksanakan mimpi tersebut, yang dianggap sebagai sebuah perintah dari Allah. Dengan kehendak Allah, Ismail yang hendak disembelih diganti dengan hewan sembelihan yang besar. Hal ini juga terdapat dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 103—107.

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), nyatalah kesabaran keduanya. Dan, Kami panggillah dia, ‘Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu,’ sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan, Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

(Ash-Shaffat: 103—107)

Demikianlah kisah seorang ayah yang diuji dengan berbagai ujian: tauhid, penolakan, kecemburuan, mengurbankan anaknya sendiri, semua telah didapatnya. Dengan ini, dapat kita ambil hikmahnya dan menjadikannya sebagai tadabur.

Manusia yang statusnya sebagai hamba, seharusnya memang selalu patuh dengan Tuhannya. Kenapa engkau selalu risau dengan semua jalan hidupmu? Padahal, Tuhanmu tidak pernah tidur.